tag:blogger.com,1999:blog-71020152213124378012024-03-05T19:59:11.889-08:00CEPISUPRIATNAlautan kata lautan cara representasi luapan rasaCepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.comBlogger25125tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-56724554681257286002011-03-11T14:33:00.000-08:002011-03-11T14:33:10.981-08:00JELANG UN, CINTA MESTI DIPAUSE DULU<i>Jarang sekali ditemukan kisah sukses UN sembari menggembala cinta. </i>So, what should you do?<br />
<br />
Ujian nasional sudah di depan mata. Sejumlah sekolah gencar melakukan persiapan untuk meningkatkan prosentase kelulusan siswanya. Sebab UN adalah oertaruhan image sekolah. Para siswa pun demikian, kini mereka belajar demi satu melihat kata di daftar kelulusan, yaitu LULUS. Karena itu, segala cara dikerahkan; segala upaya di lakukan. Ada yang mengikuti bimbel, ada juga yang belajar sendiri. Bahkan, di beberapa ada yang melakukan istighatsah bersama, meminta pertolongan Allah.<br />
UN dengan sekejap menjadi momok yang sangat menakutkan. Banyak siswa yang sudah kalah sebelum perang, tegang sebelum ujian. Apalagi kalo standar kelulusan tahun ini lebih tinggi dari tahun kemarin. Dan, tentu sistemnya juga lebih rumit, agar tidak ada lagi kecurangan dalam pelaksanaan UN. <br />
Tetapi, segala usaha yang udah dipersiapkan bisa menguap begitu saja hanya karena satu hal, jatuh cinta. Dan itulah salah satu rintangan yang harus ditaklukan oeh para siswa. Dulu, ketika saya masih mengajar, dan mendapat tuga mengisi bimbel, diakhir pembelajaran selalu mengatakan kepada mereka, "Dilarang jatuh cinta ketika UN." "Untung saja mereka tidak ada yang melaporkan saya dengan tuduhan memperkosa hak asasi manusia. <br />
Bukan tanpa alas an lho, saya melarang mereka. Sudah banyak korban cinta yang gagal ujian nasionalnya. Kegagalan itu bisa saja nilai yang seharusnya tinggi jadi rendah, seharusnya menjadi juara umum jadi tidak menjadi juara. Kegagalan bukan saja tidak lulus, tetapi gagal juga meraih prestasi maksimal. <br />
Kekuatan cinta yang digambarkan para pujangga tidak akan berarti apa-apa ketika UN, malah sebaliknya, hanya akan membuat lemah si penggembala cintanya. Logikanya, bagaimana mau konsentrasi terhadap pelajaran jika yang pikiran dipenuhi oleh bayang-bayang sang pacar. Pelajaran enggan mau masuk ke otak. Mungkin malu. Atau entah apa sebabnya. Mungkin juga karena tidak mau berdesak-desakan dengan gambar si dia. Itu dalam proses belajar [baca: persiapan UN]. <br />
Ketika pelaksanaan UN, otak akan sudah mereproduksi hasil belajar. Karena setiap mau mengingat apa yang sudah dipelajari yang muncul adalah bayangan si dia, ketika mau mengingat rumus anu, yang terbayang senyum si dia, ketika mengingat konsep pencitraan dalam puisi, yang muncul pencitraan si dia; penglihatan, pendengaran, penciuman, semua tentang si dia. Duh, ribetnya. <br />
Jika begitu, bagaimana solusinya? Saran saya, cinta harus dipause dulu. Jangan biarkan cinta terus menggebu. Jangan berikan kesempatan sedikitpun kepada bayangan si dia untuk muncul di arena fantasi. Kejamlah pada perasaan, jangan dimanjakan. Jika perasaan rindu, kangen, asmara ada pertanda akan membara, segera alihkan dengan rumus matematika, fisika, atau beberapa konsep dari pelajaran yang di UN-kan. <br />
Samakan juga persepsi dengan kekasihmu. Ajak dia untuk sama-sama menekan tombol pause pada rasa cinta, kangen, de es be. Perlakukan perasaan dengan wajar, jangan dibumbui hal-hal lain. Anggap dia seperti teman yang lain. Dia juga harus sama-sama mengerti, caranya komunikasi. Komunikasikan dulu dengannya. Toh, kalau nanti berjodoh, cinta akan bertemu juga di hadapan mertua dan petugas KUA, ***<br />
<br />
==================================<br />
Catatan ini dibuat buat teman-teman belajar bahasa Indonesia saya yang sebentar lagi akan menghadapi UN. Keep struggle, brow…, "Doaku menyertaimu, semoga kalian sukses."<br />
<br />
3/11/2011 8:40:33 PMCepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-23749296140606567272010-10-15T14:54:00.000-07:002010-10-15T14:54:56.886-07:00LAFAZ CINTA BUAT BUNDAIbu...<br />
Nasihatmu ibarat air nan mengalir<br />
dari telaga kautsar<br />
Sejukan kalbuku yang lagi gusar<br />
Tatapan lembut matamu nan syahdu <br />
Bak rembulan tengah merindu<br />
Merindukan kebahagiaan, <br />
merindukan kejayaan buah hatimu<br />
<br />
Ibu...<br />
Ketika aku jauh dari dekatmu<br />
Aku selalu memujamu dalam baktiku<br />
Akan aku persembahkan mahkota keagungan<br />
dari taman syurga balasan dari Yang Kuasa<br />
<br />
Ibu...<br />
Air matamu suburkan pepohonan cintaku<br />
Keringatmu hidupkan kembali matiku<br />
Senyumu adalah dambaanku<br />
Terangi persada jiwaku <br />
Lautan syukur dan doa kulafazkan untukmu<br />
<br />
Rabbi<br />
Sekalah airmatanya dengan segala cinta-Mu<br />
Sekalah keringatnya dengan sepenuh sayang-Mu<br />
Satukan aku dengannya juga bersama para kekasihku<br />
Di taman Firdaus-Mu<br />
<br />
*** Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-80138292924149361602010-03-25T01:01:00.000-07:002010-03-25T01:01:44.511-07:00DIMANAKAH ANUGRAH ITU<i>Puisi-puisi berikut ini karya Astri Safarillah, siswa kelas IX SMPIT Al-Fawwaz Pondok Pesantren Modern Daarul Huda. </i><br />
<br />
<br />
<br />
<b>DIMANAKAH ANUGRAH ITU</b><br />
<br />
Ya allah…….<br />
Hatiku sangat sedih<br />
Hatikupun terluka<br />
Sedih dan terluka karna cinta<br />
<br />
Adakah cinta sejati itu..?<br />
Masihkah ada orang yang menyayangiku<br />
Adakah orang yang masih tulus mencintaiku<br />
Apa adanya…………….<br />
<br />
Ya allah……………<br />
Apakah kan datang anugrah itu…?<br />
Semoga ada orang yang tulus mencintaiku<br />
Kasihlah aku anugrah darimu<br />
Berikanlah ku cinta yang abadi<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b><b>KERINDUANKU PADAMU</b></b><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Ya allah…….<br />
Langkah-langkah kaki ini <br />
Terasa berat meninggalkanya<br />
Sayup mata ini terasa memilukan<br />
Ketika ku tak lagi melihatnya<br />
Hati ini terasa sepi ketika ku<br />
Tak berada di dekatnya<br />
Kekasih ku………….<br />
Andai kau tau…..<br />
Cahaya hidup yang slama ini<br />
Ada di hati ku tak lagi menyinariku<br />
Dinginnya lautan<br />
Tak lagi memadamkan<br />
Api dalam hatiku<br />
Semua itu karna kerinduan ku padamu…<br />
<br />
<br />
<br />
<b>MAMAH</b><br />
<br />
<br />
Mamah…………<br />
Betapa besarnya jiwamu<br />
Mengasuhku dari kecil sehingga dewasa<br />
Aku kan mengingatmu slalu mamah…..<br />
Mamah……..<br />
Kaulah harapanku<br />
Tanpa mu ku takan bisa hidup<br />
Kau slalu memberiku semangat<br />
Tanpa mu mungkin ku tak bisa seperti ini<br />
Mamah…….<br />
Kau adalah pelita bagi hidup ini<br />
Kau orang tua yang baik<br />
Terimakasih mamah…<br />
Terimakasih atas segalanya<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<b>OH GURUKU</b><br />
<br />
Pedih dan pedasnya jari jemarimu<br />
Nafas yang sesak akibat debunya kapur<br />
Tak menyerahkan niat luhur mu<br />
Tak meluluhkan ikhlasnya hati mu<br />
Majunya ilmu pengetahuan<br />
Semua tumbuhkan hasrat mendidik<br />
Oh guruku…………..<br />
Kau mengajariku dengan penuh semangat<br />
Dan juga kasih sayang<br />
Dan tak kena putus asa<br />
Kau laksana pelita dalam gulita<br />
Jasamu tak terbelit<br />
Entah kata apa yang pantas ku ucapkan<br />
Sebagai tanda terimakasih<br />
Guntaian tanda terimakasih<br />
Tak cukup untuk seorang<br />
Tanpa tanda jasa sepertimu<br />
<br />
<br />
<b>SAHABATKU</b><br />
<br />
<br />
Hari-hariku lalui tanpa kehadiranmu<br />
Membuat hidupku sepi tanpa kehadiranmu di sisiku<br />
Kehadiran mu disisiku <br />
Membuat hidupku lebih semangat<br />
Semangat hidupku,karna dukungan dari mu<br />
Canda tawa mu menjadi semangat hidupmu<br />
Sahabat……………<br />
Ku kan slalu menemanimu<br />
Disaat kau kesepian<br />
Disaat kau sedih<br />
Sahabat……………<br />
Ku kan slalu ada<br />
Di saat kau membutuhkan ku<br />
Sahabat….<br />
Ku kan slalu merindukan mu…..Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-85285912517157190132009-08-24T16:03:00.000-07:002009-08-30T00:46:13.596-07:00Wait and See, Pi!!!<span style="font-style:italic;">"Ya Allah, Engkau mengetahui apa yang diberitakan dan dirahasiakan hati. Berilah hamba petunjuk, jalan mana yang harus ditempuh"</span><br /><br />Dunia ini penuh dengan perhiasan. Begitu indah, begitu mempesona; begitu baik begitu menarin. Hanya saja mata ini tidak bisa melihat sampai ke dalam. Karena-mungkin- di dalam tidak seindah di luar. Begitu hebat kemampuan manusia mengemas, sehingga mata kadang tertipu. Yang baik dikatakan jelek, atau sebaliknya. <br /><br />Satu-satunya jalan yang bisa kulakukan adalah memohon pertolngan-Nya. Aku yakin, di mata Allah semua jelas. Allah tidak mungkin tertipu oleh makhluk-Nya. <br /><br />Aku bingung memilih kebaikan mana yang harus kupilih? Karena begitu banyak kebaikan di dunia ini-kebaikan dengan segala kemasan dan komposisinya. Aku takut salah memilih, karena kebaikan yang dulu pernah aku perjuangkan, kini seolah sia-sia. Ya, aku yakin di hadapan Allah tidak sia-sia, karena dulu -perasaan- aku melakukannya denga niat karena Allah, bukan karena emosi atau karena pengaruh situasi. <br /><br />Dan, kini keikhlasan itu mulai memudar. Memang semestinya tidak, kalau aku benar-benar memperjuangkan sesuatu itu karena mengharap keridhaan Allah, bukan keridhaan manusia. Ya, aku sadar. <br /><br />Konsekwensi harus aku terima. Seandainya teman-temanku -yang dulu sempat berdebat denganku dan aku begitu ngotot membantahnya- menertawakanku menyaksikanku menemukan realita yang berbalik dengan argumen yang aku lontarkan kepada mereka ketika itu. Ya, aku terima semua. Aku terima sebagai suatu pelajaran bagiku. Kalau yang lain menyalahkan apa yang dulu aku lakukan, aku tetap membenarkan, karena dari itu aku mendapat pelajaran.<br /><br />Aku masih ingat betapa ngototnya aku menempis rumor yang menyebar ketika itu. Aku meyankinkan orang lain, memotivasi orang lain, dan kini semua sirna oleh orang lain.<br /><br /><span style="font-style:italic;">I can just wait and see right now.. </span>Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-63731633585563448802009-08-19T01:50:00.000-07:002009-08-19T01:52:33.059-07:00Wanita-wanita Tuna SusulaWanita-wanita tuna susula<br />Berpakaian tembus pandang<br />Kobarkan api Adam tuk menerjang<br />menyerang….<br />Pasrahkan diri terkekang<br />Oleh belenggu tali kutang-kutang<br /><br />Wanita-wanita tuna susula<br />Mendebu<br />Umpama debu-debu jalanan<br />Manusia mana terhindarkan<br /><br />Debu-debu itu<br />Akankah menjadi jentik-jentik dosa<br />Jika aku juga [terpaksa] menikmatinya???<br /><br />Umpama najis<br />Dalam milyaran debu yang bertebaran<br />Dimaafkan Tuhan…Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-19595114212090851932009-07-06T15:29:00.000-07:002009-07-06T15:32:12.860-07:00Kala Senja MenyapaTiada terasa<br />Kini senja tlah menyapa <br />Menghantar mentari menyambut kelam<br />Bunga tiada berseri, melihatku bersemayam<br /><br />Setumpuk rindu mengharu biru<br />Seonggok harap dilalap rayap<br />Hanyalah sesal yang tersisa<br />Tak berbekal dimasa muda<br /><br />Ketika senja menyapa<br />Adakah kau punya kata?<br />Tuk bersilat lidah menghadapi<br />dakwaan Jaksa TuhanCepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-54609705879147526932009-06-10T00:07:00.000-07:002009-06-10T00:28:43.151-07:00MENIKAH, KENAPA TAKUT???<span style="font-style:italic;">Suatu ketika, saya mengunjungi <a href="http://dakwatuna.com">dakwatuna.com</a>. Saya menemukan artikel yang bagus sekali, semoga bisa dibaca oleh orang tua sebagai pemegang hak merestui, dan anak-anaknya sebagai pemegang hak menikah. Saya kutip utuh dari <a href="http://http://www.dakwatuna.com/2007/menikah-mengapa-takut/">sumbernya</a><br /><br />MENIKAH, KENAPA TAKUT?<br /><a href="http://http://www.dakwatuna.com/author/ustadz/">Dr. Amir Faishol Fath</a><br /><br />Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?<br /><br />Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.<br /><br />Saya sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat: ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap.<br /><br />Menikah itu Fitrah<br /><br />Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah tabdilla, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu. (Al-Isra: 77)<br /><br />Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal.<br /><br />Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.<br /><br />Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.<br /><br />Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan Allah.<br /><br />Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.<br /><br />Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu menggendong anaknya dari hasil zina.<br /><br />Perhatikan bagaimanan akibat yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman yuridduz zawaj mengatakan, “Orang yang hidup melajang biasanya sering tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah.”<br /><br />Menikah Itu Ibadah<br /><br />Dalam surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, “Bila seorang menikah berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa.” (HR. Baihaqi, hadits Hasan)<br /><br />Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang terbentengi). Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada mereka yang belum menikah.<br /><br />Bila ternyata pernikahan menunjukkan bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini ibadah dan itupun juga ibadah.<br /><br />Pernikahan dan Penghasilan<br /><br />Seringkali saya mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP, motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang akan terjadi pada kehidupan manusia?<br /><br />Saya belum pernah menemukan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang seorang sahabatnya yang ingin menikah karena tidak punya penghasilan. Bahkan dalam beberapa riwayat yang pernah saya baca, Rasulullah saw. bila didatangi seorang sahabatnya yang ingin menikah, ia tidak menanyakan berapa penghasilan yang diperoleh perbulan, melainkan apa yang ia punya untuk dijadikan mahar. Mungkin ia mempunyai cincin besi? Jika tidak, mungkin ada pakaiannya yang lebih? Jika tidak, malah ada yang hanya diajarkan agar membayar maharnya dengan menghafal sebagian surat Alquran.<br /><br />Apa yang tergambar dari kenyatan tersebut adalah bahwa Rasulullah saw. tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai masalah, melainkan sebagai pemecah persoalan. Bahwa pernikahan bukan sebuah beban, melainkan tuntutan fitrah yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan Anda terhadap makan, manusia juga butuh untuk menikah. Memang ada sebagian ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya seperti yang terkumpul dalam buku Al-ulamaul uzzab alladziina aatsarul ilma ‘alaz zawaj. Tetapi, itu bukan untuk diikuti semua orang. Itu adalah perkecualian. Sebab, Rasulullah saw. pernah melarang seorang sahabatanya yang ingin hanya beribadah tanpa menikah, lalu menegaskan bahwa ia juga beribadah tetapi ia juga menikah. Di sini jelas sekali bagaimana Rasulullah saw. selalu menuntun kita agar berjalan dengan fitrah yang telah Allah bekalkan tanpa merasakan beban sedikit pun.<br /><br />Memang masalah penghasilan hampir selalu menghantui setiap para jejaka muda maupun tua dalam memasuki wilayah pernikahan. Sebab yang terbayang bagi mereka ketika menikah adalah keharusan membangun rumah, memiliki kendaraan, mendidik anak, dan seterusnya di mana itu semua menuntut biaya yang tidak sedikit. Tetapi kenyataannya telah terbukti dalam sejarah hidup manusia sejak ratusan tahun yang lalu bahwa banyak dari mereka yang menikah sambil mencari nafkah. Artinya, tidak dengan memapankan diri secara ekonomi terlebih dahulu. Dan ternyata mereka bisa hidup dan beranak-pinak. Dengan demikian kemapanan ekonomi bukan persyaratan utama bagi sesorang untuk memasuki dunia pernikahan.<br /><br />Mengapa? Sebab, ada pintu-pintu rezeki yang Allah sediakan setelah pernikahan. Artinya, untuk meraih jatah rezki tersebut pintu masuknya menikah dulu. Jika tidak, rezki itu tidak akan cair. Inilah pengertian ayat iyyakunu fuqara yughnihimullahu min fadhlihi wallahu waasi’un aliim, jika mereka miskin Allah akan mampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha mengetahui (An-Nur: 32). Ini adalah jaminan langsung dari Allah, agar masalah penghasilan tidak dikaitkan dengan pernikahan. Artinya, masalah rezki satu hal dan pernikahan hal yang lain lagi.<br /><br />Abu Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata, “Taatilah Allah dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan yang cukup.” Al-Qurthubi berkata, “Ini adalah janji Allah untuk memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah, dan menjaga diri dari kemaksiatan.” (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jami’ liahkamil Qur’an juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).<br /><br />Rasulullah saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, “Menikahlah dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah pasti akan membantu dan memberkahi.” (HR. Thabarni). Dalam hadits lain disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: “Orang menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan.” (HR. Turmudzi dan Nasa’i)<br /><br />Imam Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah, “Menikahlah segera, atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau perbuatan maksiat.” (lihat Siyar A’lamun Nubala’ oleh Imam Adz Dzahaby). Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah dengan membangun pernikahan.<br /><br />Persoalannya sekarangan, mengapa banyak orang berkeluarga yang hidup melarat? Kenyataan ini mungkin membuat banyak jejaka berpikir dua kali untuk menikah. Dalam masalah nasib kita tidak bisa mengeneralisir apa yang terjadi pada sebagian orang. Sebab, masing-masing ada garis nasibnya. Kalau itu pertanyaanya, kita juga bisa bertanya: mengapa Anda bertanya demikian? Bagaimana kalau Anda melihat fakta yang lain lagi bahwa banyak orang yang tadinya melarat dan ternyata setelah menikah hidupnya lebih makmur? Dari sini bahwa pernikahan bukan hambatan, dan kemapanan penghasilan bukan sebuah persyaratan utama.<br /><br />Yang paling penting adalah kesiapan mental dan kesungguhan untuk memikul tanggung jawab tersebut secara maksimal. Saya yakin bahwa setiap perbuatan ada tanggung jawabnya. Berzina pun bukan berarti setelah itu selesai dan bebas tanggungjawab. Melainkan setelah itu ia harus memikul beban berat akibat kemaksiatan dan perzinaan. Kalau tidak harus mengasuh anak zina, ia harus menanggung dosa zina. Keduanya tanggung jawab yang kalau ditimbang-timbang, tidak kalah beratnya dengan tanggung jawab pernikahan.<br /><br />Bahkan tanggung jawab menikah jauh lebih ringan, karena masing-masing dari suami istri saling melengkapi dan saling menopang. Ditambah lagi bahwa masing-masing ada jatah rezekinya yang Allah sediakan. Tidak jarang seorang suami yang bisa keluar dari kesulitan ekonomi karena jatah rezeki seorang istri. Bahkan ada sebuah rumah tangga yang jatah rezekinya ditopang oleh anaknya. Perhatikan bagaimana keberkahan pernikahan yang tidak hanya saling menopang dalam mentaati Allah, melainkan juga dalam sisi ekonomi.<br /><br />Pernikahan dan Menuntut Ilmu<br /><br />Seorang kawan pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.<br /><br />Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa ba’dhiha, seandainya kau infakkan semua usiamu –untuk mencari ilmu–, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu dulu baru setelah itu menikah.<br /><br />Banyak para ulama yang menikah juga mencari ilmu. Benar, hubungan mencari ilmu di sini sangat berkait erat dengan penghasilan. Tetapi banyak sarjana yang telah menyelesaikan program studinya bahkan ada yang sudah doktor atau profesor, tetapi masih juga pengangguran dan belum mendapatkan pekerjaan. Artinya, menyelesaikan periode studi juga bukan jaminan untuk mendapatkan penghasilan. Sementara pernikahan selalu mendesak tanpa semuanya itu. Di dalam Alquran maupun Sunnah, tidak ada tuntunan keharusan menunda pernikahan demi mencari ilmu atau mencari harta. Bahkan, banyak ayat dan hadits berupa panggilan untuk segera menikah, terlepas apakah kita sedang mencari ilmu atau belum mempunyai penghasilan.<br /><br />Berbagai pengalaman membuktikan bahwa menikah tidak menghalangi seorang dalam mencari ilmu. Banyak sarjana yang berhasil dalam mencari ilmu sambil menikah. Begitu juga banyak yang gagal. Artinya, semua itu tergantung kemauan orangnya. Bila ia menikah dan tetap berkemauan tinggi untuk mencari ilmu, ia akan berhasil. Sebaliknya, jika setelah menikah kemauannya mencari ilmu melemah, ia gagal. Pada intinya, pernikahan adalah bagian dari kehidupan yang harus juga mendapatkan porsinya. Perjuangan seseorang akan lebih bermakna ketika ia berjuang juga menegakkan rumah tungga yang Islami.<br /><br />Rasulullah saw. telah memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat. Tetapi semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.<br /><br />Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah (uzzab) demi ilmu, silahkan saja. Tetapi apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama uzzab karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama uzzab, yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang.<br /><br />Kesimpulan<br /><br />Sebenarnya pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.<br /><br />Agar pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian “pernikahan sebagai beban” ke “pernikahan sebagai ibadah”. Seperti kita merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba “jalani saja dengan jiwa tawakkal kepada Allah”. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.<br /><br />Perhatikan mereka yang suka berbuat maksiat atau berzina. Mereka begitu berani mengerjakan itu semua padahal perbuatan itu tidak hanya dibenci banyak manusia, melainkan lebih dari itu dibenci Allah. Bahkan Allah mengancam mereka dengan siksaan yang pedih. Melihat kenyataan ini, seharusnya kita lebih berani berlomba menegakkan pernikahan, untuk mengimbangi mereka. Terlebih Allah menjanjikan kekayaan suatu jaminan yang luar biasa bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya dengan membangun pernikahan. Wallahu a’lam bishshawab.Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-29533556802992632532009-06-08T21:22:00.000-07:002009-06-08T21:26:32.309-07:00percobaanMencoba sesuatu yang baru. Tanpa mencoba, aku tak akan pernah tahu. jarrib walaahidz takun aarifan.Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-46271492936277964572009-06-08T11:43:00.000-07:002009-06-08T21:08:53.489-07:00Ganti LagiHari ini, aku ganti template lagi. Tak segaja, ketika aku lewat di suatu blog, lupa 'ga di tulis alamat blognya, aku tertarik dengan templatenya. Lantas aku klik link designernya. Dan, aku dapatkan template yang ini.<br /><br />Kalau dihitung lebih sering ganti template dari pada posting tulisan. Maklum, setiap ada resep baru, aku coba; setiap nemu template baru selalu tertarik tuk masang di blogku; atau setiap nemu tips baru tentang ngeblog, aku coba juga. Tapi sayang ga pernah diingat. Jadi kaya lagu 'lupa-lupa ingat' kuburan band, cuma kalau mereka masih ada yang ingat, aku lupa terus ga pernah ingat, hehe...<br /><br />Mengapa aku begitu? Tiada bukan karena aku menjadikan blog sebagai ruangku. Di blog aku rekam segala rasa, cara, pikir juga 'dzikir'. Oleh karena itu, blogku perlu nyaman, biar aku nyaman pula mengisinya.<br /><br />Gonta-ganti template salah satu caraku. Sebenarnya ingin buat sendiri sesuai keingina, sayang, aku tak mahir mendesain. Tau blog aja dari internet, ga pernah ada yang ngenalin. Makanya, aku cuma make template dan hiasannya punya orang, tapi yang dipublish secara free and dijamin legal. <br /><br />Setelah ini, pake template apalagi ya...Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-4689087446805772522009-06-08T02:17:00.000-07:002009-06-08T02:18:02.628-07:00umumtesCepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-53088634523657217422009-06-08T02:16:00.001-07:002009-06-08T02:16:54.040-07:00agamatesCepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-37385983701971507402009-06-08T02:14:00.000-07:002009-06-08T02:16:01.585-07:00pengetahuanpengetahuanCepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-41022958828722043922009-06-08T02:13:00.001-07:002009-06-08T02:13:16.218-07:00curhattesCepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-78726473830617260912009-06-08T02:10:00.000-07:002009-06-08T02:11:29.607-07:00artikel sastratesCepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-75390368372995873952009-05-19T16:03:00.001-07:002009-05-19T16:04:37.256-07:00welcomeback!!welcomback to blog. maaf ya blogku, lama engkau kutinggalkan..Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-51053355916779396052009-03-09T19:20:00.000-07:002009-03-09T19:28:16.901-07:00Kuliah, kuli....ah???Kuliah, atau kuli…ah??? Pertanyaan itu sempat muncul di kepala saya. Jujur, dulu saya tidak menganggap penting kuliah. “Yang penting mah kuliah,”pikirku. Kuliah (baca pake jeda di “li”) menghasilkan uang, sedangkan kuliah (tanpa jeda) menghabiskan uang. Jangan salahkan saya berpikiran begitu, karena saya berasal dari golongan biasa-biasa saja yang butuh uang untuk cara saya hidup. Curhat dulu dikit, ah…<br /><br />Saya dibesarkan oleh seorang ibu yang sekaligus menjalankan tugas ayah. Ayah saya meninggal pada saat usia saya baru 3,5 tahun. Sampai sekarang, beliau masih tegar bagai batu karang dengan kesendiriannya. Saudara saya ada 2. Kini kedua-duanya sudah menikah. Tinggal saya nih yang belum, baru mau, hehehe......<br /><br />Kusampaikan dulu kekagumanku pada ibuku yang sabar mengurus 3 anak sampai menyekolahkan ke jenjang yang lumayan tinggi. Beliau begitu semangat menyekolahkan anaknya. Prinsip beliau, “Ibu tidak bisa mewariskan harta, tapi ibu ingin mewariskan ilmu. Ibu tidak bisa mewariskan ilmu secara langsung, makanya belajarlah kalian sampai batas ibu mampu membiayainya.“ Tekad yang sangat luar biasa. Dan itu beliau realisasikan. Aku tau tidak setiap kesempatan uang ada, tapi ketika kita butuh mesti ada. <br /><br />Kalau berbicara tentang Ibu, rasanya tidak akan ada habisnya. Yang ingin saya tulis sekarang sebenarnya bukan tentang ibu tapi tentang kuliah. Apa kaitannya dengan ibu? Ketika saya berpikir kuliah tidak perlu sebenarnya bukan karena benar-benar saya yakin akan kurangnya urgensi kuliah. Tidak. Saya berpikir seperti itu karena saya beranggapan siapa yang akan membiayai? Kasihan orang tua, dari dulu terus berkorban, sedangkan saya belum bisa menghasilkan uang untuk sekedar membiayai kuliah saya. Itu masalahnya, oleh karenanya saya tunda dulu kuliah, meskipun pada akhirnya saya kuliah tetap kembali ke orang tua dalam masalah biaya. Jadi kenapa tidak dari dulu saja, ya? <br /><br />Saya rasa tidak perlu disesali. Toh yang sudah lewat tidak akan pernah kembali. Yang penting sekarang adalah bagaimana saya bisa kuliah dengan benar, bisa membanggakan orang tua (ibu). <br /><br />Kuliah dengan benar ? Apa standar kebenaran kuliah tersebut? <br /><br />Standarnya sederhana saja, bagi saya. Standar ini dibuat sendiri, tidak mengacu pada standar orang lain. Bagi saya kuliah yang benar adalah bagaimana saya bisa mengikuti setiap perkuliahan dan tidak hanya sekedar mengikuti. Tidak hanya sekedar bertemu dosen, tanda tangan, duduk dan keluar nilai. Bukan itu.<br />Kuliah adalah bagaimana cakrawala kita terbuka dan dibiarkan sayap-saya pemikiran terbang menelusuri setiap sudut kehidupan ini. Biarkan kita mencari kebenaran dan jangan biasakan mencari pembenaran. Namanya juga dunia akademis, identik dengan pemikiran yang kritis, cerdas dan mencerdaskan. <br /><br />Lucu sekali jika mahasiswa belajarnya seperti di SD yang buta warna. Kata guru merah, kata kita merah; kata guru putih, kata kita putih. <br />Lingkungan akademis menempatkan civitas akademika dalam ruangan demokratis. Cirinya yang paling sederhana adalah adanya kebebasan berpendapat. Kebebasan ini tentunya jangan menjadi sebuah kebebasan yang kebablasan. Tapi sayang, tidak semua civitas akademika menyadari itu. Ada mahasiswa yang begitu takut menyatakan pendapat, akhirnya ngedumel di belakang, sebaliknya ada pula dosen yang sentimen, cepat naik pitam ketika ada mahasiswa yang berbicara. Inikah nuansa akademis????Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-67758439070799636652009-03-09T08:03:00.001-07:002009-03-09T08:13:08.378-07:00Bukan CalegFoto-foto berikut bukan caleg. Dijamin ga bakal ada di surat suara 9 April mendatang....<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8AFYiSrUizmZOkBlScY3e5TU9iZ3JXnrlUYnESkL5JtLXUx9SDRmKH7nMsds9zgoPXWRTCwuoALluI3GwuYNYe6JPDSA5cUwajYbg3HipenEHrELtrUGp6urnB5pH4lQYlWS3igTMlWTT/s1600-h/P2120346.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8AFYiSrUizmZOkBlScY3e5TU9iZ3JXnrlUYnESkL5JtLXUx9SDRmKH7nMsds9zgoPXWRTCwuoALluI3GwuYNYe6JPDSA5cUwajYbg3HipenEHrELtrUGp6urnB5pH4lQYlWS3igTMlWTT/s320/P2120346.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311206025880747570" /></a><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzgo5AJx3aqDohhCBP3ZH5TTqV8aardPtM9zHjMKbxt3063WlIeUvjyBz92UfTlD-bQ06tw7YgMbrHIHckrXmmyyEjE4DGd4ZXM9Gnc0GV2GBpJTiTFWKa5vfzj16Xj2zr6EdKVpRex9wq/s1600-h/prof.cepi+2.bmp"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 254px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzgo5AJx3aqDohhCBP3ZH5TTqV8aardPtM9zHjMKbxt3063WlIeUvjyBz92UfTlD-bQ06tw7YgMbrHIHckrXmmyyEjE4DGd4ZXM9Gnc0GV2GBpJTiTFWKa5vfzj16Xj2zr6EdKVpRex9wq/s320/prof.cepi+2.bmp" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311206021795278322" /></a>Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-27968003292687699852009-03-09T07:47:00.000-07:002009-03-09T08:02:54.401-07:00Bukan Si Bolang 2<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhF7kqatZDDwdiepAdsdtimF4V4LVM9bjuBsn1mzh8Uh3h1UX1va7WK07n2zS0uCTcaUDyZEhDvHhfmfVy4vZdOp70MaKaKoPdiHWjPmVDb7vaveqm4awt0ofVk42e71xcukFnel3GiPe7P/s1600-h/P7100097.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhF7kqatZDDwdiepAdsdtimF4V4LVM9bjuBsn1mzh8Uh3h1UX1va7WK07n2zS0uCTcaUDyZEhDvHhfmfVy4vZdOp70MaKaKoPdiHWjPmVDb7vaveqm4awt0ofVk42e71xcukFnel3GiPe7P/s320/P7100097.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311203095331013554" /></a><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmcACIEvL6W3MxD8PygQ3unDVCam_BCa9yeuwWqkC7aABcMOh80D5T-u5z0A8Iw4WzDluD_ZlUw2QI2kMIJXH1ce2q8nMWTPurivkOy1bJhk4AmeadZjPExlvKNU7QKk7_gwU6rgi5s-eD/s1600-h/P7100085.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmcACIEvL6W3MxD8PygQ3unDVCam_BCa9yeuwWqkC7aABcMOh80D5T-u5z0A8Iw4WzDluD_ZlUw2QI2kMIJXH1ce2q8nMWTPurivkOy1bJhk4AmeadZjPExlvKNU7QKk7_gwU6rgi5s-eD/s320/P7100085.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311203086096457634" /></a><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEGMmugEkhd1sh0x4fE4bSM-T5aW31yZ4_s5YLtKoXiMj4KHb9DrT6JbiU1CpoN0UQ1WPxErPr7RbdtLcExnT8o5Dx4izHamIiBDUJDXHN4H9sa0FZ-i7vbI9HYY258ELtnXbO3QF_VNTy/s1600-h/P7100050.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEGMmugEkhd1sh0x4fE4bSM-T5aW31yZ4_s5YLtKoXiMj4KHb9DrT6JbiU1CpoN0UQ1WPxErPr7RbdtLcExnT8o5Dx4izHamIiBDUJDXHN4H9sa0FZ-i7vbI9HYY258ELtnXbO3QF_VNTy/s320/P7100050.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311203083166322770" /></a><br /><br />seru bangeeeet.....Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-37935467633137073552009-03-09T07:27:00.000-07:002009-03-09T07:47:38.761-07:00Bukan Si BolangIni, foto-foto 'hikingku'yang kesekian kalinya. Hiking tersebut dilaksanakan dalam rangka ngisi waktu libur. Gratis tapi 'subhanallah' sangat menyenangkan. Meski hobi berpetualang tapi aku "bukan si Bolang"<br /><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjRiVQqecLX07E3y-rf4IPLQG3qlxvTxFG-GylOwEhJZyOazTNzWAwb6C0H5Cum7KcDYW2c_M_jnVivF0uvuXs6UIxYwTZhGVVMpDuok_CklWKHi1vrDaDr3Yfpp85qjFnG2wRJhhF7Zfg/s1600-h/P7100072.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjRiVQqecLX07E3y-rf4IPLQG3qlxvTxFG-GylOwEhJZyOazTNzWAwb6C0H5Cum7KcDYW2c_M_jnVivF0uvuXs6UIxYwTZhGVVMpDuok_CklWKHi1vrDaDr3Yfpp85qjFnG2wRJhhF7Zfg/s320/P7100072.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311198944433492898" /></a><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuzlpnIhrLocdST-p8SylRm_KWc4bnyEkf7J9x1SXpX7nr9cQgDcw1LZUYf7GZwLX0NYzx09-Ayyr5WlF82U7-mrV4U_E-IuUXYzVskoyxbJ5U_ckspdqAzGyY2Q2St-2g7YZP1-8CulrT/s1600-h/P7100016.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuzlpnIhrLocdST-p8SylRm_KWc4bnyEkf7J9x1SXpX7nr9cQgDcw1LZUYf7GZwLX0NYzx09-Ayyr5WlF82U7-mrV4U_E-IuUXYzVskoyxbJ5U_ckspdqAzGyY2Q2St-2g7YZP1-8CulrT/s320/P7100016.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311198930748939634" /></a><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeXmMwT16haGKdRB-M2X5N2-k4oCnrC6pzn6k_YqdHojam8kZun3UxMeA4S4g8RNUJ83fHw-fxFwQUE055pnocxtB6Mtj4sU0gLr502D0VxRVaRNWoc5vsYE3ReYCeSAPYnO-G9IAjKELM/s1600-h/P7100057.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeXmMwT16haGKdRB-M2X5N2-k4oCnrC6pzn6k_YqdHojam8kZun3UxMeA4S4g8RNUJ83fHw-fxFwQUE055pnocxtB6Mtj4sU0gLr502D0VxRVaRNWoc5vsYE3ReYCeSAPYnO-G9IAjKELM/s320/P7100057.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311198920510578162" /></a><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBNPgOyCpn6n6VafTAVwqetDxHvCqVDvFNDpQX8yYlOQkFOpaWjD9VLbybXoHUhek8w3M91v4l6Tv6ICtzOVd0GlJU4YKwjqmVA41Z6Pm9mdlInNTH95bt1apwzHUJXeEDJ0F_MsnH0GKU/s1600-h/P7100018.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBNPgOyCpn6n6VafTAVwqetDxHvCqVDvFNDpQX8yYlOQkFOpaWjD9VLbybXoHUhek8w3M91v4l6Tv6ICtzOVd0GlJU4YKwjqmVA41Z6Pm9mdlInNTH95bt1apwzHUJXeEDJ0F_MsnH0GKU/s320/P7100018.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311198915527475378" /></a><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJ7QYadF7AmwcMo9VsYI3l7DSekIICwRoQpf_sFnFbvCRz6JoiP1eRS-962ohXMSy-JzcqX2pa75JOOF3-PcV0Frx-Y4KrAWJKu2UTAb02Ybv0cPaDLd7ExqHx0ENZewaTcCX2qYpKOi-G/s1600-h/P7100110.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJ7QYadF7AmwcMo9VsYI3l7DSekIICwRoQpf_sFnFbvCRz6JoiP1eRS-962ohXMSy-JzcqX2pa75JOOF3-PcV0Frx-Y4KrAWJKu2UTAb02Ybv0cPaDLd7ExqHx0ENZewaTcCX2qYpKOi-G/s320/P7100110.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311198909345158002" /></a>Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-67102819975411711322009-03-09T07:20:00.000-07:002009-03-09T07:26:36.871-07:00Bukan Kutubuku<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi96NcibSsIi1R41HC_aUVu4T_ysY3idD9j35aNRMjvSsXkAGw-9EJ1kUFBgHI0kYcudZ56g1sPeioeI6j-fj_MFqNsDRYu6Qo_V35m4h1V-rgBqbAl1a4Fkn_-TD1_u_ySeIdhbQ0YGfuh/s1600-h/cepi+n%27+books.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi96NcibSsIi1R41HC_aUVu4T_ysY3idD9j35aNRMjvSsXkAGw-9EJ1kUFBgHI0kYcudZ56g1sPeioeI6j-fj_MFqNsDRYu6Qo_V35m4h1V-rgBqbAl1a4Fkn_-TD1_u_ySeIdhbQ0YGfuh/s320/cepi+n%27+books.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311193121982859858" /></a><br /><br />Difoto di depan tumpukan buku bukan berarti aku kutu buku,bukan pula raksasa buku. Tau kan bedanya kutu buku dan raksasa buku. Kalau kutu makannya sedikit, raksasa makannya banyak. So, tafsirkan aja sendiri, hehe.... Tapi, moga aja buku2 itu selalu mengingatkanku akan urgensi 'baca'.Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-60356543936396461472009-03-09T07:10:00.000-07:002009-03-09T07:20:01.237-07:00Rapat 'ga Rapat Asal Makan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUrsjyr_rE71_S1pWpvj9hAbBP1hOAteQ-TS60NYd1kdCMNmklK_aPxvyGMYicSCmQQg2YZMAFzxbtXiN7D8T3LAjl7-e4cldueGNg2_NG1r1QBvdt54tmuYc6FMEbhUovt_lO4RWcQCG-/s1600-h/82570011.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUrsjyr_rE71_S1pWpvj9hAbBP1hOAteQ-TS60NYd1kdCMNmklK_aPxvyGMYicSCmQQg2YZMAFzxbtXiN7D8T3LAjl7-e4cldueGNg2_NG1r1QBvdt54tmuYc6FMEbhUovt_lO4RWcQCG-/s320/82570011.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311191495114309090" /></a><br /><br />Aduhh...da 'ga konsen nulis nich, soalnya di depan nasi dan bakar ikan manggil2 terus minta segera dibantai....Makan dulu atau rapat dulu???? Kalau aku milih makan dulu ^_^Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-21248280306537173402009-03-09T06:59:00.000-07:002009-03-09T07:08:33.942-07:00Bukan Pendekar<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3tOj08bXQoB1Y_TVwR8RsMNjueMU0cOrv7BusTuNkIz7Aq93_cA2CYTz3fERjJ3Y_sp_Z7m-H8uhhz73oJS-W7AZ9KeeMX-0aNK3is6HBKOJAV-csiYFshRO1Q1b_EWIwayEsw1YPirGl/s1600-h/13.JPG"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3tOj08bXQoB1Y_TVwR8RsMNjueMU0cOrv7BusTuNkIz7Aq93_cA2CYTz3fERjJ3Y_sp_Z7m-H8uhhz73oJS-W7AZ9KeeMX-0aNK3is6HBKOJAV-csiYFshRO1Q1b_EWIwayEsw1YPirGl/s320/13.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311188621512750386" /></a><br /><br />Pemuda bertongkat di atas bukanlah seorang pendekar layaknya Wiro Sableng, bukan pula pendekar (pendek dan kekar); pendeknya ia, kekarnya tidak, jadi tetap aja bukan pendekar. Ha...ha..ha........<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjq7bAIWzyJoMOS_U9SXM89WT_PYm49jSpsdVbk2fz9G3X5EDanbX2KKihYyBgpnD46w5hud_UZownYdw_SOYQXCOZpGR2JTkXYFlTn0kcwDxAFwuOKn5qLlQYk_-n6Nyq9g5lBOn3L22Jp/s1600-h/18.JPG"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjq7bAIWzyJoMOS_U9SXM89WT_PYm49jSpsdVbk2fz9G3X5EDanbX2KKihYyBgpnD46w5hud_UZownYdw_SOYQXCOZpGR2JTkXYFlTn0kcwDxAFwuOKn5qLlQYk_-n6Nyq9g5lBOn3L22Jp/s320/18.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311187651332711522" /></a><br />No comment ^_^Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-62917237290682889292009-03-09T06:50:00.000-07:002009-03-09T06:58:37.158-07:00Bukan Bukit Tursina<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjC3AXH1cdkVj71DYI60baqVSK_PwdpxJzyx0AaLZ3_K5toamt56bBpjPzdPb27tQo6i6iIji48QwDEf0nC2rWUTXydnw1U1wWV7pQLIsZO5vMId6IVo5-yymPctfk9S22o3qbjvqXHgmSJ/s1600-h/PICT1029.JPG"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjC3AXH1cdkVj71DYI60baqVSK_PwdpxJzyx0AaLZ3_K5toamt56bBpjPzdPb27tQo6i6iIji48QwDEf0nC2rWUTXydnw1U1wWV7pQLIsZO5vMId6IVo5-yymPctfk9S22o3qbjvqXHgmSJ/s320/PICT1029.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311186307163191250" /></a><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgl6D6ULZh7xCH42Hi-9-6LshSUFJhk3gkx9fubMvRiGoMfAzdr2sJ3LQkChWFyZuze6qmf9Xgs3amO02_t0I0pnXNb5U2OnPGtB5zkeM6tZhU_mZJmw7Uea4c5Q7Fr-OzIsoaMS8h8tD9N/s1600-h/PICT1028.JPG"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgl6D6ULZh7xCH42Hi-9-6LshSUFJhk3gkx9fubMvRiGoMfAzdr2sJ3LQkChWFyZuze6qmf9Xgs3amO02_t0I0pnXNb5U2OnPGtB5zkeM6tZhU_mZJmw7Uea4c5Q7Fr-OzIsoaMS8h8tD9N/s320/PICT1028.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311185809703178130" /></a><br /><br />Waduhhhhh.....cukup melelahkan. Hari itu, tanggal sekian, bulan sekian (lupa...) aku coba taklukan bukit tapi bukan bukit Tursina ^_^.Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-62922121444647544252008-07-06T13:07:00.000-07:002009-01-22T17:37:37.218-08:00SKETSA HIDUP<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size:180%;"> Matahari</span> belum sempat sibakan selimut malam. Hening masih hiasi salah satu putaran waktu yang dijadikan Allah sebagai pakaian itu. Pakaian setiap makhluk-Nya yang telah menapaki jalan kehidupan di siang hari.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Aku masih belum bisa mengenakan pakaian itu. Malamku masih siang. Aku masih asyik dengan setumpuk kertas laporan keuangan yang harus diserahkan besok. Bukan tak kasihan dengan mataku, bukan pula aku tega tak memberikan hak kepada mataku -hak untuk beristirahat-bukankah mata juga mempunyai hak. Aku tau itu dari Ustadz Firdaus pada suatu ceramahnya di masjid At Takwa. Beliau mengatakan bahwa baginda Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya mata kamu mempunyai hak.” Maha suci Allah, segala sesuatu diciptakan bukan saja dengan hikmahnya, tapi dibekali juga dengan hak masing-masing.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span><i>Dholim. </i>Mungkin itu yang aku lakukan. Ya, seseorang yang tidak menyampaikan haknya kepada sang empu hak tersebut adalah dholim. Seperti kenyataan yang aku temukan sekarang, manusia lebih sering menuntut haknya daripada mengerjakan kewajiban. Hak dan kewajiban tidak berimbang.<br /> Beberapa waktu yang lalu, di salah satu warung nasi aku menyimak berita di TV bahwa para guru melakukan demonstrasi di depan gedung kepresidenan menuntut kenaikan gaji. Mereka terpaksa meninggalkan anak-anaknya di sekolah. Dilematis sekali!</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Kewajiban mengajar ditinggalkan, demi memperjuangkan hak. Hak memperoleh gaji yang sesuai. Ya, guru juga manusia. Mereka harus hidup, mereka harus menghidupi anak dan istrinya. Bagaimana bisa tenang mencerdaskan bangsa, kalau dalam mengajar juga masih memikirkan perut anak-anaknya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Kami menuntut kenaikan tunjangan, karena sudah tidak relevan lagi dengan harga-harga sekarang. Untuk mencari tambahan, kami mengojek,” kata koordinator demonstrasi dalam orasinya. Bulu kuduk berdiri mendengar kata terakhir dari orasi tersebut. “Kami mengojek....” </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span><i>Subhanallah</i> aku hanya bisa bertasbih. Ngeri rasanya membayangkan nasib guru tersebut. Bagaimana tidak, disaat muridnya pergi ke sekolah dengan Suzuki APV, Honda Yaris, Kuda dan mobil-mobil mewah -meski tak semua- gurunya datang dengan sepeda kumbang, motor <i>bektu</i>- motor bebek tahun 70-an- dimana guru tersebut?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Aku jadi terlibat dalam dialog dengan pak Usman, pemilik warung tersebut. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Waduh, gimana nasib anak-anak <i>atuh</i> kalau gurunya pada demo,” celetuknya dengan logat khas Sunda.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Maksud Bapak,” tanyaku<br /><span style=""> </span>“Walaah...masa sampeyan <i>gak</i> ngerti. Coba sampeyan bayangkan, anak-anak ditinggalkan di sekolah untuk demo. Secara tidak langsung mengajarkan kepada anak-anak berdemo. <i>Ntar</i> sedikit-sedikit di sekolah anak-anak demo, ada ketidakpuasan dengan pihak sekolah, demo...<i>kumaha</i> nasib bangsa yang akan datang?”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Aku cuma mesem. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Saya setuju dengan pendapat Bapak” kataku sambil mengangkat jempol.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Wah...bagus itu.<span style=""> </span>Emang semestinya <i>sampeyan</i> setuju,” hidung pak Umar seakan terbang.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Tapi, pak. Kita tidak bisa menyalahkan guru yang melakukan demo begitu saja. Mereka itu juga kan manusia...”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Wah <i>sampeyan</i> rupanya terpengaruh lagu rocker juga manusianya Serius, he...he...”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Tapi benar, Pak. Mereka memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang selalu tidak puas dengan apa yang sudah dimiliki. Semakin besar pemasukan, semakin besar pula pengeluaran. Hal itu bisa dipengaruhi oleh gaya hidup yang berubah. Karena merasa telah memiliki sandaran. Sandarannya ya...jabatan itu diantaranya,” tambahku.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Semestinya hal ini harus dipikirkan pemerintah dengan seksama,” kata pak Umar sambil membereskan piring yang baru dicuci Bi Amin. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Maksud Bapak?” <span style=""> </span>tanyaku. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;">Aku paling suka mampir di warung ini, meski sederhana. Yang menjadi daya tarik warung ini adalah pemiliknya yang komunikatif. Pemikirannya tajam, meski cuma banyak mengandalkan logika, pendapat-pendapatnya subjektif. Tapi dia enak diajak diskusi. Meski, bagi sebagian orang pak Umar cerewet. Mungkin yang mereka maksud cerewet itu omongannya yang tak pernah berhenti. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Ya, pemerintah berpikirlah untuk menaikan anggaran pendidikan, salah satu alokasinya untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Bukan untuk percobaan kurikulum saja,” tukasnya serius.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Bapak ini pedagang nasi atau aktivis LSM,” godaku sambil mengambil pisang goreng dari piring.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Eh...mas Ali jangan salah. Gini-gini juga Bapak mantan siswa teladan di SMP dulu. Meski tak sempat tamat,” katanya dengan mata berlinang. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;" align="center">***</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><o:p> </o:p><br /><span style=""> </span>Kalau kuingat obrolanku dengan Pak Umar aku jadi ingat nasib guru ngajiku di kampung. Aku yakin, bukan cuma guruku yang begitu. Tapi guru-guru ngaji yang lain nasibnya sama. Tak pernah diperhatikan. Ini yang lebih parah.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Menurutku mereka layak mendapat perhatian dan penghargaan. Mereka yang membekali anak-anak dengan ilmu-ilmu agama. Tanpa ilmu-ilmu agama, betapapun pintarnya orang pasti tak akan mampu memanfaatkan ilmunya. Pendidikan umum sekarang banyak mencetak generasi-generasi pintar namun tidak mengerti. Para koruptor contohnya. Mereka bukan orang bodoh, mereka pintar. Pintar memanfaatkan ilmunya untuk mencuri dengan cara yang <i>apik.</i> Sulit tersentuh hukum. Sulit ditemukan. Karena yang mencari yang menyembunyikan. Hah...kaya hidup di negeri Kabayan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Berbeda dengan tetanggaku Sapnen, bisanya cuma mencuri ayam atau jemuran tetangga. Namun jangan salah, hadiahnya cukup besar. Dikeroyok orang, bahkan proses hukumnya juga lebih mudah; mudah diselesaikan, mudah dipenjarakan. <span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Kembali lagi ke nasib guru ngajiku. Menurutku dia harus mendapat perhatian juga. Sebab dia yang mengajarkan agama. Dunia tanpa agama buta. Ilmu agama akan menjadi <i>self control</i> setiap tindak tanduk seseorang. Tidak akan mudah terpengaruh oleh <i>isme-isme</i>. Makanya aku bilang mereka harus diperhatikan. Bagaimana kalau ilmu agama hilang, karena ustadz-ustadznya tak mau lagi mengajar, karena mereka khusyu mencari bagiannya di dunia.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Carilah apa yang akan mendatangkan kehidupanmu di akhirat, tapi jangan lupa bagianmu di dunia,” kata Ustadz Sanusi pada suatu ceramahnya. Bagi muslim, ayat tersebut dijadikan dasar untuk mengais rizki di pelata bumi illahi. Seorang muslim tidak diperkenankan berpangku tangan, menanti rizki yang diturunkan Tuhan dari langit. Seorang muslim harus giat berusaha, mencari bagian dunia kita. Jangan sampai habis kikis dinikmati para kafir yang sedang menikmati surga dunia. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Meski seorang muslim dipernkenankan mencari dunia, tapi Islam mengingatkan umatnya agar tidak terlena dengan dunia. Para pemimpin yang korup, aktivis yang khianat merupakan contoh orang yang dilenakan dunia itu. Mereka lupa dengan tugas utama, yaitu menyejahterakan rakyat. Bukan ikhlas motivasi mereka mau jadi pemimpin. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Ah...<i>bulshit</i> dengan keikhlasan. Keikhlasan sekarang adalah kemunafikan, ketika keikhlasan bisa dibeli dengan segepok uang.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;" align="center">***</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;">Aku kembali membereskan berkas-berkas laporan keuangan bulan ini. Besok siap dijilid. Adzan shubuh telah berkumandang. Aku segera bergegas mengambil air wudhu. Lalu pergi ke mushalla yang kebetulan tidak jauh dari kontrakanku. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Sabar mata, ya! Habis shalat subuh, kau akan segera mendapatkan hakmu,” gumamku sambil menyambar sajadah yang menggantung di dinding kamar.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;" align="center">***</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span><i>“Labbaikallâhumma labbaîk...labbaika lâsyarîkalakalabbaik....innalhamda wannikmata laka walmulk...lâ syarîkalak.....”</i> aku terus mengucapkan kalimat talbiyah sambil memandangai bangunan berbentuk kubus itu. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“<i>Subhanalllah</i>,” gumamku. “Betapa agungnya engkau ya Allah yang telah menjadikan bangunan ini dengan segala kemegahannya. Sampai umat Islam se-dunia menghadap kepadanya ketika hendak menghadap-Mu melalui shalat.”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Air mataku berlinang. Tak kuasa kurasakan berjuta rasa yang menggelora didadaku. Di rumah Allah ini aku merasa kekhusyuan luar biasa ketika shalat, aku merasa begitu dekat dengan Tuhan yang selama ini aku sembah. Yang lebih membahagiakan, aku bisa melaksanakan rukun Islam yang ke-5 bersama ibuku tercinta. Sayang, Bapakku telah lama pergi mendahului kami. Sejak kepergiannya, ibuku yang menjadi kepala keluarga. Aku kagum dengannya. Ibu begitu gigih berjuang menghidupi anak-anaknya. Bahkan sampai bisa menyekolahkan ketiga anaknya sampai Perguruan Tinggi. Orang lain meskipun orang tuanya lengkap dan dikaruniai kecukupan harta, tapi tidak mencicipi pendidikan tinggi. Aku sangat bersyukur dikaruniai ibu yang begitu mengagumkan. <span style=""> </span>Makanya ketika aku sudah mempunyai pekerjaan disalah satu perusahaan swasta, aku bertekad untuk mengajak ibuku menyempurnakan rukun Islam. Aku ingin mengajaknya ke tanah suci. Urusan jodoh, entar aja. Yang penting aku bisa menunaikan ibadah haji dengan Ibu. <span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span><i>“Labbaikallâhumma labbaîk...labbaika lâsyarîkalakalabbaik....innalhamda wannikmata laka wal...Ibu....,”</i><span style=""> </span>Aku tidak sempat menyelesaikan kalimat <i>talbiyah</i>ku ketika aku mendapatkan sesosok tubuh wanita yang lemas terkulai. Suasana menjadi ramai. Imran segera memanggil kepala regu kami. Tidak lama kemudian ia datang bersama tim medis dan membawa ibuku ke klinik. Beruntung, ibu hanya kelelahan. <span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Diantara alunan kalimat talbiyah samara-sama aku mendengar namaku dipanggil orang, “Fikri...fik...bangun sudah hampir jam sembilan!” Semakin lama suara itu semakin keras. Ternyata itu suara Hasan-tetanggaku. Dan aku terbangun dari tidurku. Kulihat jam tanganku sambil mengusap mata, <i>subhanallah </i>sudah jam 08.45. Aku harus segera ke kantor. Laporan keuangan ditunggu jam sembilan oleh pimpinan. Langsung kusambar handuk, lalu pergi ke kamar mandi. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Selama mandi aku tidak berhenti memikirkan mimpiku yang kulihat begitu nyata. “Sayang, hanya mimpi,” pikirku sambil membuka tutup pasta gigi. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Mimpiku mungkin dipengaruhi oleh ilusiku yang selama ini terus menghantui selaksa pikirku. Aku ingin menunaikan ibadah haji dengan ibuku. Keinginan ini aku pendam sejak aku masih kuliah. Ketika itu aku berpikir tak mungkin, karena jalan hidupku saja belum jelas. “Darimana dapat uang?” pikirku suatu ketika.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;" align="center">***</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Aku segera mengambil berkas-berkas laporan yang akan diserahkan ke pimpinan. “Wah udah telat, <i>nih</i>,” gumamku.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Segera kutinggalkan kontrakanku. Rumah seluas 8 x 9 meter ini aku kontrak tiga bulan yang lalu setelah aku diangkat jadi staff administrasi yang mengurusi bagian keuangan. Pertama kali aku bekerja sebagai <i>office boy </i>(OB). Karena aku dinilai punya dedikasi yang tinggi pada perusahaan, dan kebetulan aku bisa mengoperasikan computer, akhirnya aku menempati pekerjaan sekarang. Tentu aku sangat bersyukur kepada Allah, sebab pada hakikatnya Allah tidak ingin aku bekerja sebagai OB. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span><span style=""> </span>Ke kantor, aku biasa naik angkot karena belum punya alat transportasi sendiri. Ketika angkot yang aku tumpangi berhenti di lampu merah, tiba-tiba tiga anak menghampiri angkot yang aku tumpangi. Mereka langsung menyanyikan lagu entah lagu apa karena tidak jelas liriknya. Hatiku teriris menyaksikan pemandangan ini. Bayangkan saja, anak-anak yang mestinya pagi itu berangkat ke sekolah malah ramai berburu rupiah di jalan raya yang sangat berbahaya bagi keselamatan hidupnya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Aku terperanjat ketika tiba-tiba di depan mataku ada tangan kurus kering diulurkan dengan plastik yang berisi beberapa keping uang recehan. Aku langsung mendapatkan uang 5 ribu rupiah dari saku bajuku. “Makasih oom,” kata anak tersebut sambil manggut.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Dul, cepat kesini,” seseorang memanggil anak itu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Anak itu tampak ketakutan. Kulihat dia termenung sebentar. Tiba-tiba anak itu lari terbirit-birit.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Hei, mau kemana kau anak sialan,” suara yang tadi memanggil anak itu. Seorang lelaki bertubuh tinggi <span style=""> </span>mengejar anak laki-laki yang baru berusia sekitar 6 tahun itu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Lampu hijau menyala. Saat itu pula sopir angkot tancap gas. Sayang, aku tidak bisa menyaksikan nasuib anak itu. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Nampaknya ia korban eksploitasi anak yang selama ini marak diberitakan media,” pikirku menjawab kepenasaranku. Ia bekerja untuk orang lain. Bagiannya, paling cuma dikasih makan. Hatiku tersayat perih…membayangkan nasib anak tadi.<span style=""> </span> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Ya Allah, beruntung benar nasibku. Sampai aku duduk di bangku kuliah, aku tidak pernah memikirkan keuangan karena semua tinggal memberitahu ibu jika aku butuh uang. Semua telah ibu persiapkan. Tapi anak ini, untuk makan aja harus berjuang pertaruhkan nyawa dan masa depannya. Inikah masa depan yang sedang mereka ukir? <span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Bagaimana nasib negara kita kedepan, aku kuatir. Sebab, generasi penerusnya saja kaya <i>gini.</i> Tak berpendidikan, sejak kecil hidup dalam kerasnya hidup. Akankah mereka tumbuh menjadi sosok yang keras juga? </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Mereka harus diselamatkan,” pikirku.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Mereka korban eksploitasi anak. Mau tidak mau harus segera dicari jalan untuk mengeluarkan mereka dari jerat nestapa. Menyelamatkan mereka berarti menyelamatkan bangsa. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Kasihan banget nasib mereka, ya,” kata seorang lelaki yang duduk di sampingku sambil membenarkan posisi duduknya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Aku senang ada yang mengajak bicara. Dari tadi aku bicara sendiri dalam hati. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Iya, seharusnya mereka sekolah,” jawabku.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Seharusnya masalah ini dipikirkan pemerintah jalan keluarnya, sebab masalah ini menyangkut martabat bangsa,” balas lelaki itu yang memperkenalkan dirinya sebagai Pak Ajid.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Kalau saya dikaruniai rizki saya ingin menampung, menyekolahkan dan mendidik mereka sampai mereka mempunyai kesanggupan untuk hidup mandiri,” jawabku.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Ah...itu <i>mah </i>omongan yang belum punya aja. Dari dulu saya sering dengar orang berkata persis dengan yang kamu katakan, tapi setelah mereka mendapatkan apa yang diandaikannya itu mereka lupa, <i>dech</i>,” katanya lagi seolah mencibir niat tulusku. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Aku tidak bisa menyalahkan Pak Ajid yang menganggap ringan tekadku itu. Mungkin Pak Ajid benar dan dia berbicara berdasarkan kenyataan yang ia temukan. Aku sendiri sering menemukan orang yang berjanji, “Kalau anu, maka saya akan anu...anu dan anu...,” meski kenyataannya setelah anu itu mereka lupa anu-anu yang telah diucapkannya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>Tiba-tiba aku jadi ingat tujuanku. “Jl. Cut Nyak Dien, bang,” aku minta sopir angkot agar berhenti di tempat aku kerja. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Wah...udah kelewat, Pak?” jawab sopir itu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Apa?” teriakku kaget.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Iya, jalan Cut Nyak Dien telah <i>kelewat</i> sekitar dua kiloan,” jawabnya santai seolah tak memikirkanku yang serba salah. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“Ya udah turun disini aja,” pintaku.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span>“<i>Subhanallah,</i> kok aku bisa lupa begini, mana laporan sedang ditunggu lagi. “Makanya kalau lagi mengerjakan sesuatu, pikiranmu harus fokus, jangan kemana-mana, Fikriyya,” aku bicara sendiri dalam hati. Laporanku???</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style=""> </span><i>“Astagfirullah al adhim</i>.” <span style=""> </span></p>Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7102015221312437801.post-65214550266402654862008-06-25T22:59:00.000-07:002008-11-03T03:39:35.692-08:00DENTING HATI<p class="MsoNormal" style="margin-top: 12pt;"><b><span lang="EN-GB">DENTING HATI<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 12pt; line-height: 48%;"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style=""><span style="" lang="EN-GB">Laailahaillallaah ………<br />Walaahaula walaaquwata<br />Illaa billah...<br />Kesunyian kian menyergap kalbu yang pilu<br />Nurani yang tersakiti<br />Seakan tak bisa menyembunyikan luka diri<br />Kebahagiaan tak dapat menghapus duka lara<br />Kini aku seolah karam dalam nestapa<br />Ingin ku berteriak…..<br /></span><span lang="EN-GB">Namun tak seorang pun yang mengerti sedihku<br />Semakin kumengadu<br />Semakin kutahu<br />Kalau hidup tak sekedar berpangku</span><span lang="EN-GB" style="font-size:11;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 12pt;"><i><span lang="EN-GB" style="font-size:11;"><span style="font-size:100%;">Medan Juang, 14/1/2008</span><o:p></o:p></span></i></p> <p class="MsoNormal" style=""><span lang="EN" style="font-size:10;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB" style="font-size:15;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB"><br /></span></b></p><p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB"><br /><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB">KETIKA….<o:p></o:p></span></b><br /><span lang="EN-GB">Ketika jalan takdir tak seiring dengan asa<br />Ketika kenyataan tak seindah harapan<br />Ketika keadaan tak ada dalam dekapan<br />Ketika takdir, kenyataan dan keadaan memaksa<br />tuk diterima…!!!<br />Hidup memang penuh kejutan<br />Semua yang telah terjadi, sedang terjadi<br />dan akan terjadi tak pernah terbayangkan sebelumnya<br />Tanpa keinginan dan rencana semuanya terjadi<br />Menghiasi hari dan memori yang akhirnya menjadi<br />sebuah kenangan<br />Kehidupan haruslah terus berjalan<br />dengan bingkai, warna dan gambar yang tak pernah<br />diduga-dua.<br /><br /></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Padang juang, 1 Des 2007</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">00:48:19</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style=""><b><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style=""><b><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></b></p> <b><span style=";font-family:";font-size:12;" lang="EN-GB" ><br /></span></b> <br /><p class="MsoNormal" style=""><b><span lang="EN-GB">SAJAK PAGI, SIANG, SORE DAN MALAM<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style=""><b><span style="" lang="EN"><span style=""> </span></span><span lang="EN-GB"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB">P</span></b><span lang="EN-GB">agi hari ….<br />Sang surya menyinari..<br />Meluluh lantahkan bumi….<br />Yang semakin keladi….<br />Siang hari…<br />Teriknya perih tak terperi<br />Menyayat kulit para kuli<br />Yang memeras keringat hanay untuk sesuap nasi<br />Sore hari….<br />Cahayanya meredup bersembunyi<br />Memangil bulan sang raja malam sunyi<br />Dan mengajak manusia bersandng kembali<br />Malam hari….<br />Tersa seram ,dingin,dan sepi..<br />Menciptakn kegelisahn di setiap hati<br />Mungkinkan ini terakjhir kali…..<br />Untuku menatap megahnya ciptan ilahi</span></p> <p class="MsoNormal" style=""><span lang="EN" style="font-size:10;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB"><br /></span></b></p><p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB"><br /><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB">GELORA JIWA<o:p></o:p></span></b><br /><span lang="EN-GB">Aku pilu dalam sendu<br />Ada getar tak menentu<br />menari dalam hati<br />Ada gelora<br />mengalir tak bertepi<br />Ada lirih<br />mendayu tak bergema<br />Ada raga<br />meronta tak berjiwa<br />Seolah semua hambar tak berasa<br />Kalbu terasa pilu<br />Hati seakan mati<br />Raga seolah tiada….</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB"><br /></span></b></p><p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB"><br /><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB">SEULAS SENYUM SANG RAJA SIANG<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Datang dengan sejuta pesona<br />memancarkan kemilau yang menyayat mata<br />diirngi nyanyian syahdu penguasa pagi<br />yang mampu menawan hati<br />Perlahan merangkak menemui terang<br />meminta gelap berpulang<br />melukis tawa riang setiap orang<br />mengukir harap cemerlang<br />menuju petang</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">30/01/08</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB"><br /><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB">SEIKAT BUNGA ASA<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Seikat bunga asa<br />penuh daun keyakinan<br />menghempaskan angin keraguan<br />menebang pohon keuputusasaan<br />mengundang semerbak wewangian…<br />kebahagiaan adalah harapan<br />tapi ketika kenyataan tak seindah harapan?<br />tegar dan bersabarlah</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB"><br /></span></b></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB">RAGA<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Raga yang meronta<br />meminta jiwa menemani<br />dalam asa yang semakin melukis<br />indahnya mimpi<br />Raga ini<br />Kini subur<br />bertabur butiran kasih<br />Berbasuh lirih nyanyian angin sorga<br />Dalam belaian lembut mega<br />Disini, raga menunggu kabar dari langit<br />Bilakah jiwa menjiwai<br />Bilakah raja hati merajai<br />Bilakah ia menemani<br />Bersama, merajut dunia<br />Bersama, meniti mimpi<br />Menggapai ridha illahi…</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">11/02/2008</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB"><br /></span></b></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB">LIRIH ANGIN<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Pelan…<br />Kudengar lirih angin menggelitik,<br />seolah bersenandung rindu<br />Pelan…<br />Kudengar hembusan awan berbisik,<br />seakan berirama merdu<br />Ingin kubermain dengan angina<br />Terbang mengelilingi taman mimpi…<br />Ingin kubermain dengan awan<br />Berkejaran tanpa henti<br />Melukis asa bersama dalam nyata<br />Menyambut akhir yang bahagia</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">24-Feb-2008</span></p> <span style=";font-family:";font-size:12;" lang="EN-GB" ></span><b><span lang="EN-GB" style="font-size:15;"><br /><span style="font-size:100%;">AKU...?</span><o:p></o:p></span></b> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB" style="font-size:15;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Aku…..?<br />Angin… sampaikan resahku pada matahari,<br />Hujan….nyanyian rintikku pada bumi<br />Asap hembuskan pekatku pada awan<br />Malam…terangiku menjemput angan<br />Aku?<br />Masih disini..bersama hati berpeluk asa.</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">2-Maret-2008</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b><span lang="EN-GB" style="font-size:14;"><br /></span></b></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span lang="EN-GB">BERI AKU…<o:p></o:p></span></b></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Beri aku tongkat tuk berdiri<br />tulangku terlalu rapuh tuk menopang<br />hujan ini semakin lebat,<br />tak kuasa ku menahan sesak<br />yang tak ku mengerti<br />Beri aku cahaya…<br />Aku ingin raga ini terang tanpa baying gelap..<br />Aku butuh …</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">3-Maret-2008 </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB" style="font-size:15;"><br /></span></p><p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB" style="font-size:15;"><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" >MATAHARI ITU</span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Matahari itu perlahan tenggelam<br />bersama cahaya menjemput malam bertabur bintang<br />Bintang-bintang melantunkan gita penuh cinta<br />Dambakan uluran tangan Tuhan<br />Wujudkan sekerat impian di negeri kenyataan.</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB" style="font-size:16;"><br /><span style="font-weight: bold;font-size:100%;" >AKU INGIN TETAP DISINI</span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">Kututup mata<br />Mencoba menyelami gejolak yang kurasa<br />Semakin ku menutup<br />Semakin kumenyadari kebodohan diri<br />Astagfirullah…<br />Aku lupa akan rahmat-Nya<br />Aku ingin disini<br />Bersama cahaya cinta-Nya</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-GB">4/03/2008</span></p>Cepi Supriatnahttp://www.blogger.com/profile/16939807787428728831noreply@blogger.com2